PENGERTIAN JAMINAN
PERORANGAN
oleh hamzah aenurofiq
A.
Istilah
jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang menyebutkan
dengan istilah jaminan imateriil.
Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateriil (perorangan) adalah:
Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateriil (perorangan) adalah:
“Jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
umumnya”. [1]
B.
Istilah
jaminan perorangan berasal dari kata borgtoch.
Ada yang menyebutkan dengan istilah jaminan immateriil. Pengertian jaminan
perorangan menurut Sri Soedewi M.S., mengartikan jaminan immateriil
(perorangan) adalah: [2]
“jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
umumnya”.
C.
Yang
dimaksud dengan penanggungan menurut Pasal 1820 BW adalah
suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga -guna kepentingan siberutang- mengikatkan diri utk memenuhi perutangan siberutang manakala siberutang ini melakukan wanprestasi.
Tujuan dan isi dr penanggungan ini adalah memberi jaminan untuk dipenuhinya suatu prestasi/perutangan dalam perjanjian pokok.[3]
suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga -guna kepentingan siberutang- mengikatkan diri utk memenuhi perutangan siberutang manakala siberutang ini melakukan wanprestasi.
Tujuan dan isi dr penanggungan ini adalah memberi jaminan untuk dipenuhinya suatu prestasi/perutangan dalam perjanjian pokok.[3]
D.
Pengertian
jaminan berasal dari kata jamin yang berrarti tanggung, sehingga jaminan
dapat di artikan sebagai tanggungan. Dalam hal ini yang di maksud
adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang seperti yang di tentukan
dalam pasal 1131 KUHPerdata maupun tanggungan atas perikatan tertentu seperti
yang diatur dalam pasal 1139 – 1149 (Piutang yang Diistemewakan), pasal 1150 –
1160 (Gadai), pasal 1162 – 1178 (Hipotek), pasal 1820 – 1850 (Penanggungan
Utang), dan akhirnya seperti yang di tetapkan oleh yurisprudensi ialah Fidusia.
Tanggumgan atas segala perikatan seseorang di sebut jaminan secara umum
sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang di sebut jaminan
secara khusus.[4]
E. Dalam KUHPerdata jaminan merupakan hak
kebendaan dan merupakan bagian dari hk benda yang diatur dalam Buku II
KUHPerdata. Dilihat dari sistematika KUHPerdata maka seolah-olah hukum jaminan
hanya merupakan jaminan kebendaan saja,
karena pengaturan jaminan kebendaan
terdapat dalam buku II tentang benda, sedangkan
perjanjian jaminan perorangan (personal guaranty) seperti perjanjian
penangungan (borgtocht) di dalam KUHPerdata merupakan salah satu jenis perjanjian yg diatur dalam
buku III tentang perikatan. Sebenarnya baik perjanjian jaminan kebendaan maupun
jaminan perorangan keduanya timbul dari
perjanjian, hanya dalam sistematika KUHPerdata dipisahkan letaknya, maka
seakan-akan hanya jaminan kebendaan yg
merupakan obyek hukum jaminan.
Menurut KUHPerdata Jaminan terbagi dua yaitu Jaminan Umum Dan Jaminan Khusus. Dasar
Hukum Jaminan UMUM adalah Pasal 1131
BW. menetapkan bahwa segala
kebendaan si berutang (debitor) baik yg bergerak maupun yg baru akan ada
dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk sgl perikatannya perseorangan.
Dari rumusan tsb dapat disimpulkan
bahwa kekayaan seorang dijadikan JAMINAN untuk semua kewajibannya, yaitu semua
utangnya. Dalam hukum Jerman ini disebut Haftung.
Dasar hukum Jaminan Khusus adalah Pasal 1133 dan Ps. 1134 BW. Jaminan Umum Adalah : Jaminan
yg lahir karena ketentuan UU. Misalnya Si Hasan pinjam uang kepada Si
Janu sebesar Rp. 100.000 untuk membayar KAS. Jaminan Khusus adalah Jaminan
yang lahir karena diperjanjikan. Misalnya : Pak roni seorang pengusaha
di bidang garmen meminjam uang kepada Bank BCA sebesar RP. 1 miliar dengan
jaminan
rumah dan tanah yg ia miliki. (Hak
Tanggungan).[5]
F.
Sumber
hukum Indonesia yang berlaku dan umumnya dipakai dalam pembahasan tata hukum
Indonesia adalah peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan
sendiri memiliki banyak sekali bentuk dan tingkatan menyesuaikan dengan perihal
yang diatur didalamnya. Mengenai bentuk dan tingkatannya menyesuaikan dengan
peraturan undang-undang yang yang secara umum berlaku di dalam masyarakat.
Tidak ubahnya
dengan kegiatan pinjam meminjam yang telah kita ketahui sudah lama dilakukan
oleh masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaannya biasanya dipersyaratkan bahwa
adanya penyerahan jaminan hutang kepada pihak pemberi hutang oleh peminjam.
Jaminan bisa berupa uang atau benda atau juga bisa berupa janji penangguhan
hutang sehingga merupakan jaminan perorangan.
Dalam pelaksanaan
penjaminan juga diperhatikan para pelaku yang harus sesuai dengan hukum atau
peraturan yang telah ditentukan. Yaitu hukum jaminan yang merupakan ketentuan
yang mengatur dengan penjaminan dalam rangka hutang piutang yang dapat terbagi
dalam berbagai bentuk yang telah berlaku saat ini.
Penjaminan
adalah sebagai prinsip kehati-hatian pihak pemberi kredit dan juga menunjukkan
kesungguhan dari penerima kredit dalam pemenuhan kewajibannya. Dengan
dihubungkannya dengan hukum jaminan, hal ini ditujukan untuk perlindungan
pihak-pihak yang berkepentingan. Hukum di Indonesia beragam dengan menyesuaikan
dengan apa yang diatur didalamnya, tidak luput juga mengenai hukum jaminan.
Mengenai hukum jaminan diatur dalam beberapa undang-undang diantaranya
KUHPerdata, KUHDagang, dan undang-undang lainnya yang terkait dimana ditetapkan
secara terpisah[6]
G. Mengenai
kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu
diantaranya bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat
perjanjian tertulis; memberikan kredit kepada usaha yang
sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat, dan akan membawa
kerugian; memberikan kredit melampaui batas maksimum
pemberian kredit (legal lending limit); bank tidak diperkenankan memberikan
kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan
jual beli saham.
Guna mengurangi risiko kerugian dalam
pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan. Faktor adanya jaminan inilah yang
penting harus diperhatikan bank. Maka pada pasla 8 undang-undang
No. 10 tahun 1998 tentang perbankan ditentukan bahwa :
“Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya
sesuai dengan diperjanjikan”.2
Guna memperoleh keyakinan tersebut
sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama
terhadap watak kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur.
Meskipun demikian dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1998 tentang Perbankan
mengenai jaminan atas kredit tidak begitu sulit, hanya saja dipentingkan tetap
adanya jaminan, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh
keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya
berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Demikian pula tanah yang kepemilikannya berdasarkannya berupa
girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai gangguan.
Sehingga bank tidak wajib meminta agunan tambahan berupa barang yang tidak
berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayainya.
Adanya kemudahan dalam hal
jaminan kredit ini merupakan realisasi dari Perbankan yang berasaskan demokrasi
ekonomi, dengan fungsi utamanya sebagi penghimpun dan penyalur dana masyarakat,
memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksnaan pembangunan
nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi, dan stablitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup
rakyat banyak. Meskipun adanya kemudahan demikian, jaminan tersebut harus tetap
ideal karena jaminan mempunyai tugas melancarkan, mengamankan pemberian kredit,
yaitu dengan memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan
perlunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana debitur wanprestasi.
Penjaminan adalah suatu
perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan debitur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perjanjiannya debitur, mengikatkan diri untuk
memenuhi, perjanjiannya debitur, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya,
hal ini sesuai dengan pasal 1820 BW.
Bentuk jaminan kredit yang paling dikenal ialah jaminan
kebendaan seperti Hak Tanggungan (dahulu Hipotik) atas barang-barang
tidak bergerak dan gadai atas barang-barang bergerak. Selain itu dikenal
juga jaminan pribadi ataupun sering dinamakan Persoalan Guarantee (Borgtocht).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar