Minggu, 21 Desember 2014

pengertian jaminan perorangan



PENGERTIAN JAMINAN PERORANGAN
oleh hamzah aenurofiq
A.      Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan imateriil.
Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateriil (perorangan) adalah:
“Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya”. [1]
B.     Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtoch. Ada yang menyebutkan dengan istilah jaminan immateriil. Pengertian jaminan perorangan menurut Sri Soedewi M.S., mengartikan jaminan immateriil (perorangan) adalah: [2]
“jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya”.
C.     Yang dimaksud dengan penanggungan menurut Pasal 1820 BW adalah
suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga -guna kepentingan siberutang- mengikatkan diri utk memenuhi perutangan siberutang manakala siberutang ini melakukan wanprestasi.
Tujuan dan isi dr penanggungan ini adalah memberi jaminan untuk dipenuhinya suatu prestasi/perutangan dalam perjanjian pokok.[3]
D.      Pengertian jaminan berasal dari kata jamin yang berrarti tanggung, sehingga jaminan dapat di  artikan sebagai tanggungan. Dalam hal ini yang di maksud adalah tanggungan atas segala perikatan dari seseorang seperti yang di tentukan dalam pasal 1131 KUHPerdata maupun tanggungan atas perikatan tertentu seperti yang diatur dalam pasal 1139 – 1149 (Piutang yang Diistemewakan), pasal 1150 – 1160 (Gadai), pasal 1162 – 1178 (Hipotek), pasal 1820 – 1850 (Penanggungan Utang), dan akhirnya seperti yang di tetapkan oleh yurisprudensi ialah Fidusia. Tanggumgan atas segala perikatan seseorang di sebut jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang di sebut jaminan secara khusus.[4]

E.     Dalam KUHPerdata jaminan merupakan hak kebendaan dan merupakan bagian dari hk benda yang diatur dalam Buku II KUHPerdata. Dilihat dari sistematika KUHPerdata maka seolah-olah hukum jaminan hanya merupakan  jaminan kebendaan saja, karena  pengaturan jaminan kebendaan terdapat dalam buku II tentang benda, sedangkan  perjanjian jaminan perorangan (personal guaranty) seperti perjanjian penangungan (borgtocht) di dalam KUHPerdata merupakan  salah satu jenis perjanjian yg diatur dalam buku III tentang perikatan. Sebenarnya baik perjanjian jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan  keduanya timbul dari perjanjian, hanya dalam sistematika KUHPerdata dipisahkan letaknya, maka seakan-akan  hanya jaminan kebendaan yg merupakan obyek hukum jaminan.
Menurut  KUHPerdata Jaminan terbagi dua yaitu Jaminan Umum Dan Jaminan Khusus. Dasar Hukum  Jaminan UMUM adalah Pasal 1131 BW. menetapkan bahwa segala  kebendaan si berutang (debitor) baik yg bergerak maupun yg baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk sgl perikatannya perseorangan. Dari rumusan tsb dapat  disimpulkan bahwa kekayaan seorang dijadikan JAMINAN untuk semua kewajibannya, yaitu semua utangnya. Dalam hukum Jerman ini disebut Haftung.
Dasar hukum Jaminan Khusus adalah Pasal 1133 dan Ps. 1134 BW. Jaminan Umum Adalah : Jaminan yg lahir karena ketentuan UU. Misalnya Si Hasan pinjam uang kepada Si Janu sebesar Rp. 100.000 untuk membayar KAS. Jaminan Khusus adalah Jaminan yang lahir karena diperjanjikan. Misalnya : Pak roni seorang pengusaha di bidang garmen meminjam uang kepada Bank BCA sebesar RP. 1 miliar dengan jaminan
rumah dan tanah yg ia miliki. (Hak Tanggungan).[5]

F.       Sumber hukum Indonesia yang berlaku dan umumnya dipakai dalam pembahasan tata hukum Indonesia adalah peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan sendiri memiliki banyak sekali bentuk dan tingkatan menyesuaikan dengan perihal yang diatur didalamnya. Mengenai bentuk dan tingkatannya menyesuaikan dengan peraturan undang-undang yang yang secara umum berlaku di dalam masyarakat.
Tidak ubahnya dengan kegiatan pinjam meminjam yang telah kita ketahui sudah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Dalam pelaksanaannya biasanya dipersyaratkan bahwa adanya penyerahan jaminan hutang kepada pihak pemberi hutang oleh peminjam. Jaminan bisa berupa uang atau benda atau juga bisa berupa janji penangguhan hutang sehingga merupakan jaminan perorangan.
Dalam pelaksanaan penjaminan juga diperhatikan para pelaku yang harus sesuai dengan hukum atau peraturan yang telah ditentukan. Yaitu hukum jaminan yang merupakan ketentuan yang mengatur dengan penjaminan dalam rangka hutang piutang yang dapat terbagi dalam berbagai bentuk yang telah berlaku saat ini.
Penjaminan adalah sebagai prinsip kehati-hatian pihak pemberi kredit dan juga menunjukkan kesungguhan dari penerima kredit dalam pemenuhan kewajibannya. Dengan dihubungkannya dengan hukum jaminan, hal ini ditujukan untuk perlindungan pihak-pihak yang berkepentingan. Hukum di Indonesia beragam dengan menyesuaikan dengan apa yang diatur didalamnya, tidak luput juga mengenai hukum jaminan. Mengenai hukum jaminan diatur dalam beberapa undang-undang diantaranya KUHPerdata, KUHDagang, dan undang-undang lainnya yang terkait dimana ditetapkan secara terpisah[6]
G.     Mengenai kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, yaitu diantaranya bank tidak  diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis; memberikan kredit kepada usaha   yang  sejak semula telah diperhitungkan  kurang sehat, dan  akan membawa kerugian; memberikan kredit melampaui batas    maksimum pemberian kredit (legal lending limit); bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan  jual  beli saham.
   Guna mengurangi risiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan  yang diperjanjikan. Faktor adanya  jaminan inilah yang penting harus   diperhatikan bank. Maka pada pasla 8 undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan ditentukan bahwa :
“Dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan diperjanjikan”.2
    Guna memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap watak kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Meskipun demikian dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1998 tentang Perbankan mengenai jaminan atas kredit tidak begitu sulit, hanya saja dipentingkan tetap adanya jaminan, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Demikian pula tanah yang kepemilikannya berdasarkannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat juga digunakan sebagai gangguan. Sehingga bank tidak wajib meminta agunan tambahan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayainya.
    Adanya kemudahan dalam hal jaminan kredit ini merupakan realisasi dari Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi, dengan fungsi utamanya sebagi penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksnaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stablitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Meskipun adanya kemudahan demikian, jaminan tersebut harus tetap ideal karena jaminan mempunyai tugas melancarkan, mengamankan pemberian kredit, yaitu dengan memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan perlunasan dari barang-barang jaminan tersebut bilamana debitur wanprestasi.
    Penjaminan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan debitur, mengikatkan diri untuk memenuhi perjanjiannya debitur, mengikatkan diri untuk memenuhi, perjanjiannya debitur, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya, hal ini sesuai dengan pasal 1820 BW.
Bentuk jaminan kredit yang paling dikenal ialah jaminan kebendaan seperti Hak Tanggungan (dahulu  Hipotik) atas barang-barang tidak bergerak dan  gadai atas barang-barang bergerak. Selain itu dikenal juga jaminan pribadi ataupun sering dinamakan Persoalan Guarantee (Borgtocht).  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar