Minggu, 21 Desember 2014

subjek hak gadai



SUBJEK HAK GADAI
oleh: hamzah aenurofiq
A.    Pada dasarnya, yang berhak memegang barang gadai adalah yang meminjami sesuatu kepada penggadai barang, karena barang gadai tersebut adalah sebagai jaminan hutang yang ia berikan kepada si peminjam. Dan ini (pemegangan barang) dilakukan oleh orang yang meminjami sesuatu kepada penggadai, apabila kedua pihak sama-sama rela dan merasa tsiqah/percaya satu sama lain. Akan tetapi, seandainya salah satu dari mereka merasa tidak aman dan tidak rela barangnya dipegang oleh orang yang meminjami sesuatu tadi, maka barang tersebut dipegang oleh pihak ketiga yang telah disepakati oleh kedua bealh pihak (peminjam yang menggadaikan barangnya dengan orang yang meminjami sesuatu tersebut). (asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni’ 9/82, dengan penyesuaian)[1]
B.      Subjek gadai terdiri dari dua pihak yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer), pandgever yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga.
Unsur-unsur pemberi gadai:
1.      Orang atau badan hukum
2.      Memberikan jaminan berupa benda bergerak
3.      Kepada penerima gadai
4.      Adanya pinjaman uang[2]
C.      Mengenai penyerahan objek gadai, perlu kiranya memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1152 KUHPer sebagai berikut :

Ayat 1

Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan si berpiutang atau seseorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak.

Ayat 2

Tak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang.

Dari ketentuan Pasal 1152 KUHPer ayat 1 dan 2 di atas, dapat dilihat bahwa setiap objek gadai harus diserahkan kepada kreditur atau penerima gadai. Objek gadai tersebut harus dikeluarkan dari kekuasaan debitur dan diserahkan kepada kreditur. Apabila dalam perjanjian gadai tersebut dijanjikan bahwa gadai tetap berada di bawah kekuasaan debitur walaupun atas kemauan kreditur, maka perjanjian gadai tersebut tidak sah dan dianggap batal demi hukum. Perjanjian gadai tersebut dianggap tidak pernah ada.
Penyerahan ini menjadi syarat mutlak dalam penjaminan secara gadai. Alasan pengaturan ini sebenarnya karena demi keamanan hak dari kreditur atas pelunasan utang-utang debitur. Apabila debitur masih memegang dan menguasai barang-barang yang menjadi objek gadai, dikhawatirkan debitur dengan mudah dapat mengalihkan atau menyerahkan barang gadainya kepada pihak lain walaupun pihak lain ini memiliki itikad baik yang perlu dilindungi secara hukum. Akibatnya, tentu akan sangat merugikan pihak kreditur dan hilangnya sifat jaminan dari gadai tersebut. Itulah alasannya mengapa syarat “diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan si berpiutang” menjadi syarat yang penting dan mutlak oleh undang-undang.
Oleh karena prinsipnya disini adalah asalkan barang ditaruh di luar kekuasaan pemberi gadai, maka dimungkinkan pula oleh undang-undang untuk ditaruhkan barang jaminan dalam kekuasaan pihak ketiga (Pasal 1152 ayat 2 KUHPer) dengan persetujuan dari kedua belah pihak. Pihak ketiga ini berkedudukan sebagai pemegang gadai untuk kepentingan kreditur, namun pihak ketiga tersebut haruslah mandiri dan independen serta dia bukan kuasa dari kreditur. Pihak ketiga ini pun tidak tunduk kepada perintah-perintah kreditur, namun dia memiliki kewajiban agar maksud perjanjian gadai terlaksana dan baru menyerahkan barang tersebut untuk proses eksekusi, apabila debitur wanprestasi.[3]
D.      Didalam perjanjian gadai objek-objek gadai menurut hukum perdata tersebut selalu mengikuti dari perjanjian gadai. Objek tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai dengan hak kebendaan yang selalu mengikat dalam suatu perjanjian gadai. Hak kebendaan tersebut di dalam hukum perdata mengandung ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Benda yang dijadikan sebagai benda jaminan senantiasa dibebani hak tanggungan. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas sebagaimana diatur dalam pasal 1150 KUH Perdata.
b.      Si berpiutang yang memegang gadai menuntut haknya untuk menerima pelunasan pembayaran hutang dengan satu pembuktian pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut "Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokok".
c.       Objeknya adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.
d.      Hak gadai merupakan hak yang dilakukan atas pembayaran dari pada orang-orang berpiutang lainnya.
e.       Benda yang dijadikan objek gadai merupakan benda yang tidak dalam sengketa dan bermasalah.
f.       Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai
g.      Semua barang bergerak dapat diterima sebagai jaminan sesuai dengan kriteria-kriteria pihak Perum Pegadaian.[4]
Di dalam kasus ini pak parman sebagai pemilik sebenarnya atas barang yang telah dijual di pelelangan pegadaian, maka pemilik benda tersebut diberikan hak untuk meminta kembali benda tersebut dari pemegang gadai.  Berdasarkan pasal 1977 ayat (2) dan Pasal 582 KUH Perdata, pembeli yang membeli barang curian atau barang temuan ditempat umum dapat menuntut agar uang pembeliannya diganti oleh pemilik (yang merevindikasi) dengan jangka waktu maksimal 3 tahun. sehingga pembeli yang beritikad baik(pak pardi) dilindungi dan pak parman bias menggantikan barang dengan sejumlah yang telah dibeli pak pardi . selain itu dapat diusut kembali sebenarnya debitur yang menggadaikan barang berupa sepeda dari pak parman itu siapa di pegadaian? Dimungkinkan ada identitas debitur yang menggadaikan barang curian tersebut sehingga kasus ini dapat diseleseikan secara hokum sebagai kasus pencurian oleh debitur tersebut sesuai pasal 362 KUHP. [5]
E.       Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever adalah orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai adalah :
1)        Orang atau badan hukum;
2)        Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
3)        Kepada penerima gadai;
4)        Adanya pinjaman uang;
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian. Perusahaan ini didirikan berdasarkan :
1)        Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;
2)        Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan; dan
3)        Peraturan Pemerintah Nomor : 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.[6]

F.      Seperti halnya perbuatan perbuatan hukum yang lain, pemberi dan penerima gadai hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, akan tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan (menjual, menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikan. Pasal 1152 ayat (4) KUHPerd menentukan bahwa kalu kemudian ternyata pemberi gadai tidak berhak untuk mengasingkan benda itu, gadai tidak bisa dibatalkan, asal saja penerima gadai betul-betul mengira bahwa pemberi gadai adalah berhak memberi gadai itu. Kalau penerima gadai mengetahui atau seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak memberi gadai, penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai harus dibatalkan.[7]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar