Senin, 22 Desember 2014

pengertian hak tanggungan



PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
oleh : hamzah aenurofi
A.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) sebagai induk peraturan perundang-undang tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah, tidak mengatur secara tegas tentang Hak Tanggungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 UUPA dinyatakan bahwa :
“Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan sebagaimana diatur dalam Pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang-undang”.
Selanjutnya ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHT pengertian Hak Tanggungan adalah:
“Hak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjunya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya”
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan yang pengaturannya selama ini menggunakan ketentuan-ketentuan Hypotheek dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya adalah hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan Horizontal, yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut. Penerapan asas tersebut tidak mutlak, melainkan selalu menyesuaikan dan memperhatikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat. Sehingga atas dasar itu UUHT memungkinkan dilakukan pembebanan Hak Tanggungan yang meliputi benda-benda diatasnya sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah bersangkutan dan ikut dijadikan jaminan yang dinyatakan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Menurut Purwahid Patrik, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan disebutkan bahwa Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri : 

Ø  Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (droit de preference), hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1); Apabila debitor cidera janji (wanprestasi), maka kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut melalui pelelangan umum dengan hak mendahului dari kreditor yang lain.
Ø  Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite), hal ini ditegaskan dalam Pasal 7; Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah tangan dan mejadi milik pihak lain, namun kreditor masih tetap dapat menggunakan haknya untuk melakukan eksekusi apabila debitor cidera janji (wanprestasi). 
Ø  Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, hal ini diatur dalam Pasal 6. Apabila debitor cidera janji (wanprestasi), maka kreditor tidak perlu menempuh acara gugatan perdata biasa yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Kreditor pemegang Hak Tanggungan dapat menggunakan haknya untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum. Selain melalui pelelangan umum berdasarkan Pasal 6, eksekusi obyek hak tanggungan juga dapat dilakukan dengan cara “parate executie” sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 158 RBg bahkan dalam hal tertentu penjualan dapat dilakukan dibawah tangan.
Hak Tanggungan membebani secara utuh obyek Hak Tanggungan dan setiap bagian darinya. Dengan telah dilunasinya sebagian dari hutang yang dijamin hak tanggungan tidak berarti terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan beban hak tanggungan, melainkan hak tanggungan tersebut tetap membebani seluruh obyek hak tanggungan untuk sisa hutang yang belum terlunasi. Dengan demikian, pelunasan sebagian hutang debitor tidak menyebabkan terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan. Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa hak tanggungan bersifat tidak dapat dibagibagi (ondeelbaarheid). Sifat tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asalkan hal tersebut telah diperjanjikan terlebih dahulu dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Sehingga, hak tanggungan hanya membebani sisa dari obyek hak tanggungan untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi asalkan hak tanggungan tersebut dibebankan kepada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masingmasing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri.[1]
B.     Undang-undang hak tanggungan memberikan pengertian sebagai berikut “ Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agrarian berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberkan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya “
Dari pengertian diatas maka dapat diuraikan unsure-unur pokok dari hak tanggungan diantaranya :
1.      Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang
2.      Utang yang di jaminkan jumlahnya tertentu
3.      Objek hak tanggungan adalah ahak-ahak atas tanah sesuai dengan undang-undang pokok agrarian yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak usaha dan hak pakai
4.      Hak tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau hanya tanahnya saja
Hak tanggungan memberikan hak prefen atau hak diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain[2]    
C.   melaksanakan kewajibannya. Sedangkan istilah agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur. Dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991, pengertian jaminan yaitu: "suatu keyakinan kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan". Sedangkan pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, yaitu: "jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".
Dalam Penjelasan Pasal 8 UU Perbankan No.10 tahun 1998, terdapat 2 (dua) jenis agunan, yaitu: agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan kredit yang dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan (menurut Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998), yaitu:
1. merupakan jaminan tambahan.
2. diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur.
3. untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah.
Kegunaan dari jaminan, diantaranya adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji, menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat dicegah. kemudian memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap bulannya. [3]
D.   Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain[4]

E.    Dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT dinyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PokokAgraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Beranjak dari definisi di atas, dapat ditarik unsur pokok dari hak tanggungan, sebagai berikut.
  1. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
  2. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA.
  3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
  4. Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu.
  5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai definisi Hak Tanggungan tersebut, pada kesempatan ini akan diuraikan definisi mengenai hipotek sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1162 KUH Perdata. Dalam Pasal 1162 KUH Perdata tersebut dinyatakan bahwa: Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Dengan berpatokan pada definisi tersebut, unsur pokok yang terkandung di dalamnya adalah
  1. hipotek adalah suatu hak kebendaan;
  2. objek hipotek adalah benda-benda tak bergerak;
  3. untuk pelunasan suatu perikatan.[5]
F.      Suatu hak kebendaan (zakelijk recht) ialah suatu hak yang memberikan  kekuasaan langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan teradap tiap orang. Ilmu hukum dan perundang-undangan, telah lama membagi segala hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan. Suatu hak kebendaan, memberikan kekuasaan atas suatu benda, sedangkan suatu hak perseorangan (persoonlijkrecht) memberikan suatu tuntutan atau penagihan  terhadap seseorang. Suatu hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap tiap orang yang melanggar hak itu, sedangkan suatu hak perseorangan hanyalah dapat dipertahakan  terhadap sementara orang tertentu saja atau terhadap sesuatu pihak.[6]
G.    Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan
yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang sebelumnya belum
dikenal sama sekali, baik dalam Hukum Adat maupun dalam KUH
Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
dibebankan kepada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan
yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan amanat Pasal 51 UUPA
tersebut, pada Tanggal 9 April 1996 telah diundangkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT). Dalam Pasal 29
UUHT ditentukan bahwa dengan berlakunya UUHT, ketentuan mengenai
Credietverband dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut
dalam Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai pembebanan Hak
Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi dengan diundangkannya
UUHT tersebut maka Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang tertulis.







1 komentar:

  1. Saya boleh tanya kepada bapa hamzah mengenai hukum waris... ?

    BalasHapus